Bapak Kedokteran

Bismillahirrahmanirrahim.

Mau tidak mau. Suka tidak suka. Sadar atau tidak sadar hidup kita pasti dipengaruhi oleh orang lain. Ada yang berperan sebagai inspirator positif  dan ada juga yang inspirator negatif. Kita sebagai manusia sebaiknya senantiasa memilih yang positif agar menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Bahkan tokoh-tokoh yang sudah tiada ataupun hanya sekedar tokoh kartun pun dapat mempengaruhi kehidupan kita. Nah! Kali ini penulis ingin menceritakan tentang seorang tokoh islam yang sudah tiada yang telah menginspirasinya dan juga berjuta umat manusia lainnya. 
**

Ibnu Sina atau yang dikenal oleh orang barat lebih dikenal dengan sebutan Avicenna memiliki nama lengkap Abu Ali al Husain bin Abdullah bin Sina. Beliau adalah seorang yang sangat jenius dan menguasai banyak bidang. Diantaranya kedokteran, filsafat, logika, matematika, astronomi, musik, dan puisi. 

Beliau lahir pada tahun 980 M/ 370 H. Beliau menghabiskan masa kecilnya di Bukhara (Uzbekistan). Ayahnya adalah seorang gubernur Samanite yang ditugaskan di Bukhara. Sejak kehadiran beliau di muka bumi, kedua orangtuanya senantiasa berdoa bahwa kelak putra mereka akan menjadi orang yang berilmu dan bermanfaat bagi seluruh umat. 

Do'a kedua orangtuanya tentu saja harus senantiasa diiringi dengan usaha yang maksimal. Sejak beliau menginjak usia 5 tahun, ayahnya sudah mulai mengajarinya membaca dan menghafal Al-Qur'an serta pendidikan sastra. Dengan tekun ayahnya selalu sabar mengajari 'Ibnu Sina kecil'. Alhamdulillah, saat menginjak usia 10 tahun beliau sudah hafal Al-Qur'an, menguasai imu sastra, tasawuf, dan geometri. Karena pemahaman tentang betapa pentingnya ilmu yang ditanamkan oleh ayahnya, Ibnu Sina tumbuh menjadi pemuda yang sangat gemar membaca. Bacaannnya bukan bacaan-bacaan ringan melainkan bacaan tentang metafisika dan aristoteles. Ibnu Sina tidak pernah memilih dalam mempelajari ilmu. Beliau selalu mempelajari semua yang ada. Akhirnya berkat ketekunan dan kerja kerasnya dalam mendalami berbagai ilmu, keahlian beliau pun mulai terlihat dan menjadi bermanfaat. Belum genap usia 16 tahun, Ibnu Sina sudah menguasai ilmu kedokteran. Sejak saat itulah ia mulai menangani pasien.

Nama Ibnu Sina semakin masyhur ke berbagai negeri. Pasiennya tidak hanya dari Bukhara melainkan dari berbagai negeri tetangga. Selain untuk berobat banyak juga orang-orang yang datang untuk berdiskusi dan berguru kepada beliau. Meskipun begitu, Ibnu Sina tidak pernah berhenti mengembangkan keilmuaannya. Bahkan beliau kerap kali tertidur diatas buku karena kelelahan. 

Suatu hari, Baginda Sultan Nuh bin Mansur mengirimkan utusan untuk memanggil beliau ke istananya. Baginda Sultan Nuh bin Mansur sedang sakit parah dan sudah puluhan tabib yang menyerah akan penyakitnya. Ibnu Sina terkejut dan ketika sampai di istana langsung menemui Baginda Sultan Nuh bin Mansur. Alhamdulillah karena ilmu yang dimilikinya, dan atas izin Allah swt, Baginda Sultan Nuh bin Mansur dapat sembuh seperti sedia kala. 

Ibnu Sina pun akhirnya menjadi orang kepercayaan Baginda Sultan Nuh bin Mansur. Baginda Sultan Nuh bin Mansur menawarkan beliau untuk tetap tinggal di istana selama yang beliau inginkan dan diperbolehkan meminta apa saja. Karena rasa hausnya akan ilmu, beliau meminta izin untuk menggunakan perpustakaan istana. 

Ibnu Sina kembali sibuk dengan beribu-ribu buku baru yang harus ia baca. Selama 1,5 tahun menetap di istana beliau jarang sekali tidur. Beliau selalu berkutat dengan ilmu dan berbagai macam analisanya. Semangat belajarnya semakin tinggi dari hari ke hari. Subhanallah. Ibnu Sina selalu memikirkan ilmu yang baru dipelajarinya sampai ia dapat memahaminya. Beliau tidak hanya mempelajari teori tetapi  juga mempraktikannya. 

Suatu hari, saat sedang dalam perjalanan menuju perpustakaan istana ia melihat asap yang membumbung dari perpustakaan. Alangkah kagetnya beliau melihat musibah tersebut. Ibnu Sina dipanggil oleh Baginda Sultan Nuh bin Mansur dan dituduh sebagai pelaku pembakaran perpustakaan istana karena beliau adalah orang yang paling sering menghabiskan waktu di perpustakaan istana. Akhirnya Baginda Sultan Nuh bin Mansur memutuskan untuk menggelar sidang bagi Ibnu Sina. Baginda Sultan Nuh bin Mansur memberikan kesempatan beberapa hari kepada Ibnu Sina untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah dengan menemukan siapa pelaku pembakaran perpustakaan tersebut.

Berita tuduhan yang diberatkan kepada Ibnu Sina menyebar luas kepada masyarakat. Mereka antara percaya tidak percaya mendengar kabar tersebut. 

Hari persidangan pun telah tiba. Ibnu Sina yang tidak dapat menemukan pelakunya hanya memohon keadilan dari Allah swt dan meminta do'a dari ibunya. Di halaman istana telah berkumpul ribuan masyarakat yang ingin mengetahui jalannya persidangan. Pihak istana siap siaga menjalani proses persidangan. Ketika hukuman akan dijatuhkan, tba-tiba ada seorang pria yang mengaku bahwa ia yang telah membakar perpustakaan istana. Motifnya adalah pemuda tersebut iri dengan ketenaran Ibnu Sina. Pemuda itu meminta maaf kepada Ibnu Sina dan Baginda Sultan Nuh bin Mansur. Ibnu Sina tersenyum lega karena beliau telah terlepas dari fitnah yang harus ditanggungnya.

Hari-hari di Bukhara menjadi tenang kembali. Ibnu Sina mulai berkonsentrasi lagi mempelajari berbagai disiplin ilmu. Ibnu Sina yang tak pernah lelah belajar semakin mendalami ilmu-ilmu nya. Alhamdulillah pada usia 21 tahun beliau berhasil menyelesaikan buku pertamanya, "Al-Majmu'".

Suatu malam saat Ibnu Sina sedang berdiskusi dengan ayahnya, ayahnya memberikan sebuah buku yang  berisi berbagai penyakit yang belum ada obatnya. Ayahnya berharap Ibnu Sina akan melakukan riset untuk mencari cara penyembuhannya. Tidak lama setelah malam tersebut, ayahnya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Kepergian ayahnya tidak menyurutkan semangat belajarnya, hingga suatu ketika keadaan di Bukhara sangat tidak stabil. Masalah politik menyebabkan huru-hara yang berakhir dengan pertempuran. Akhirnya Ibnu Sina memutuskan untuk meninggalkan Bukhara dan hijrah ke Gorgan. 

Ketika sedang beristirahat di kota Hamadan (Iran), Baginda Sultan Khawarizmi memanggil beliau untuk berdiskusi di istana. Baginda Sultan Khawarizmi sangat menghormati Ibnu Sina. Beliau memang telah terkenal sampai ke Iran. Walaupun begitu beliau tetap rendah hati dan senantiasa belajar dan belajar. 

Setelah sampai di Gorgan, Ibnu Sina membuka klinik di Gorgan. Selain itu ia dan Baginda Sultan Khawarizmi juga memiliki sebuah misi untuk memajukan pendidikan di Gorgan. Akhirnya selain menjadi dokter beliau juga mengajar di sebuah lembaga pendidikan di Gorgan. 

Suatu hari setelah menemukan hipotesis yang gagal ditemukan oleh ilmuwan yunani Ibnu Sina tiba-tiba jatuh dan  kehilangan kesadaran diri. Ternyata Ibnu Sina terserang penyakit maag. Beliau memang begitu asyik dengan studinya hingga kesehatannya terbengkalai.  

Setelah sembuh, Ibnu Sina melanjutkan perjalanan ke Ravi. Tapi akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Hamadan. Dalam perjalanan ia tetap sibuk dengan berbagai penemuan dan karyanya. Beliau berhasil menemukan teori tentang nutrisi bayi. 

Setelah sampai di Hamadhan, Ibnu Sina memulai aktivitasnya kembali. Menagajar dan aktif berkarya dalam bidang filsafat kejiwaan dan ketuhanan. Pada usia 22 tahun beliau berhasil merampungkan kitab Asy-Syifa. Sebelum itu bukunya yang berjudul "Qanun Fit Thibb" nya menjadi karya abadi yang spektakuler. Kitab tersebut diterjemahkan di Eropa ke dalam berbagai bahasa. Karena kesibukannya kesehatannya kembali terabaikan. Pada tahun 1037 M/428 H penyakit maag nya kambuh dan beliau dipanggil ke hadapan Yang Maha Kuasa.
 **

Ibnu Sina termasuk salah satu kontributor terbesar dalam sejarah kemajuan pendidikan terutama bidang kedokteran. Selama masa hidupnya beliau telah menghasilkan 250 karya yang masih dipakai hingga hari ini, dan 116 diantaranya membahas bidang ilmu kedokteran. 
** 

Taheran. 1980.
Pemerintahan Iran menganugerahi Ibnu Sina sebagai "The Father of Doctor" dan mendirikan monumen sejarah pada 1000 tahun kelahirannya.
**

Subhanallah. Semoga amal ibadah Ibnu Sina diterima oleh Allah swt. Aamiin.

Pertama kali penulis mengenal Ibnu Sina ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun masih dalam gambaran yang sangat singkat. Lalu kemarin dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sedikit disinggung bahwa Ibnu Sina adalah bapak para dokter. Karena saya penasaran dan kagum kepada beliau saya memutuskan untuk mencari tahu lebih dalam sosok beliau ini. Semoga bermanfaat dan memotivasi kita semua untuk senantiasa semangat dalam mencari ilmu sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, dan setinggi-tingginya. Aamiin. 
"Aku lebih suka hidup singkat dengan banyak ilmu daripada hidup lama dalam keadaan bodoh"
-Ibnu Sina




0 comments: